Selasa, 20 November 2012
pantaskah kita
entah apa yang terjadi saat itu hingga tulisan ini lahir...
cekidot.. tulisan shafa jaman dulu bener2 dah,,, gak nyangka bisa nulis ginian.. hahaha...
Bingung dengan judul di atas, maka marilah kita berpikir bersama...
Hanya ada satu pertanyaan yang sering ana tanyakan pada diri ana sendiri
Pantaskah kita melakukan sebuah justifikasi terhadap orang lain?
mungkin buat antum semua, pertanyaan ini terdengar aneh atau mungkin lucu, tapi inilah sebuah dilema yang terkadang tidak kita sadari bahwa kita sedang berada pada posisi men-judge orang lain.
Simple nya gini, saat kita melihat seseorang yang berada pada suatu kondisi, entah itu baik atau buruk, terkadang alam bawah sadar kita melakukan justifikasi secara tidak langsung. Entah kemudian hal itu di sadari atau tidak. Padahal apa yang kita lihat itu hanya kondisi dzohir saja, kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi orang tersebut yang sebenarnya.
Make it more simple....
Misalnya, ada seorang sahabat yang begitu study oriented atau terkesan tak peduli dengan aktivitas pergerakan kampus, lalu tanpa sadar kita mengadakan justifikasi bahwa orang tersebut mengalami masalah pada sisi tarbiyah atau ruhiyah nya, dia hanya memahami suatu pergerakan dalam sudut pandang parsial ke_ilmuan (mari kita beristighfar bersama jika hal ini memang pernah terjadi). Padahal kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi orang tersebut, atau bahkan kita terkesan tidak mau tahu. Dan mungkin saja untuk urusan habbluminallah dan habluminannas yang ia miliki lebih baik daripada yang kita punya walau kita mungkin ber-merk Aktivis Da'wah (kampus kah atau sekolah).
Terkadang inilah yang ana membuat ana miris. Begitu sering ana melihat sebuah kejadian dimana seorang yang tak nampak sebagai seorang aktivis tapi punya kepedulian sosial yang lebih. Di iyakan atau tidak itulah yang ana lihat. Dan ana pikir, mulailah kita untuk berbenah diri. Sebuah harapan adalah saat seorang aktivis da'wah mampu menjadi seorang tokoh (bukan berarti tekenal lalu jadi takabbur). yang ana maksud adalah seorang aktivis yang mempunyai sebuah hal plus, entah itu dalam sisi akademik, wawasan, ataupun sosial masyarakatnya. Seorang aktivis yang disadari keberadaannya dalam lingkungannya. Bukan hanya menjadi seseorang yang sibuk dengan dunianya sendiri.
And lagi-lagi, menurut perspektif ana pribadi, kita tidak mempunyai hak untuk men-judge seseorang karena untuk urusan hati dan niat hanya Allah Yang Maha Tahu. Bahkan seorang aktivis pun belum tentu merupakan orang yang dirindukan lingkungannya (semoga tidak ada aktivis seperti ini).
Afwan jika tulisan ini akhirnya menuai kontroversi, tapi itu berarti kita semua berpikir, walau bukan dalam satu bingkai yang sama,,,
entah apa yang terjadi saat itu hingga tulisan ini lahir...
cekidot.. tulisan shafa jaman dulu bener2 dah,,, gak nyangka bisa nulis ginian.. hahaha...
Bingung dengan judul di atas, maka marilah kita berpikir bersama...
Hanya ada satu pertanyaan yang sering ana tanyakan pada diri ana sendiri
Pantaskah kita melakukan sebuah justifikasi terhadap orang lain?
mungkin buat antum semua, pertanyaan ini terdengar aneh atau mungkin lucu, tapi inilah sebuah dilema yang terkadang tidak kita sadari bahwa kita sedang berada pada posisi men-judge orang lain.
Simple nya gini, saat kita melihat seseorang yang berada pada suatu kondisi, entah itu baik atau buruk, terkadang alam bawah sadar kita melakukan justifikasi secara tidak langsung. Entah kemudian hal itu di sadari atau tidak. Padahal apa yang kita lihat itu hanya kondisi dzohir saja, kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi orang tersebut yang sebenarnya.
Make it more simple....
Misalnya, ada seorang sahabat yang begitu study oriented atau terkesan tak peduli dengan aktivitas pergerakan kampus, lalu tanpa sadar kita mengadakan justifikasi bahwa orang tersebut mengalami masalah pada sisi tarbiyah atau ruhiyah nya, dia hanya memahami suatu pergerakan dalam sudut pandang parsial ke_ilmuan (mari kita beristighfar bersama jika hal ini memang pernah terjadi). Padahal kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi orang tersebut, atau bahkan kita terkesan tidak mau tahu. Dan mungkin saja untuk urusan habbluminallah dan habluminannas yang ia miliki lebih baik daripada yang kita punya walau kita mungkin ber-merk Aktivis Da'wah (kampus kah atau sekolah).
Terkadang inilah yang ana membuat ana miris. Begitu sering ana melihat sebuah kejadian dimana seorang yang tak nampak sebagai seorang aktivis tapi punya kepedulian sosial yang lebih. Di iyakan atau tidak itulah yang ana lihat. Dan ana pikir, mulailah kita untuk berbenah diri. Sebuah harapan adalah saat seorang aktivis da'wah mampu menjadi seorang tokoh (bukan berarti tekenal lalu jadi takabbur). yang ana maksud adalah seorang aktivis yang mempunyai sebuah hal plus, entah itu dalam sisi akademik, wawasan, ataupun sosial masyarakatnya. Seorang aktivis yang disadari keberadaannya dalam lingkungannya. Bukan hanya menjadi seseorang yang sibuk dengan dunianya sendiri.
And lagi-lagi, menurut perspektif ana pribadi, kita tidak mempunyai hak untuk men-judge seseorang karena untuk urusan hati dan niat hanya Allah Yang Maha Tahu. Bahkan seorang aktivis pun belum tentu merupakan orang yang dirindukan lingkungannya (semoga tidak ada aktivis seperti ini).
Afwan jika tulisan ini akhirnya menuai kontroversi, tapi itu berarti kita semua berpikir, walau bukan dalam satu bingkai yang sama,,,
0 komentar:
Posting Komentar