Jumat, 02 Desember 2011
naek becak..
hari itu, sepulang mengajar..
waktu sudah menunjukkan pukul 18.15. Angkot yang kutumpangi baru berjalan meninggalkan singgasana ngetem-nya. Sudah lama aku tidak pulang semalam ini. Aku sudah menelepon ke rumah, tapi ternyata tidak ada yang mau menjemputku.. Hhhh...ternyata mitos anak bungsu paling disayang tidak berlaku di keluargaku.
Angkot tiba di persimpangan tempat aku harus turun, dan berganti angkot lain. Jalanan masih ramai, hanya saja angkot yang kunanti tak kunjung menampakkan bampernya. 5 menit berlalu dalam penantian yang terasa sangat panjang. Ku lirik pangkalan ojeg, tak ada juga senyum ramah tukang ojeg yang biasa menyapaku. Yah, akhirnya aku putuskan, jalan kaki sambil nungguin sopir angkot lewat.
Malam itu, jalanan terasa sangat panjang, mana gelap lagi. Dari belakang, aku mendengar sedikit harapan... Becak. Saat, kulihat pengendara becak itu, aku sedikit ragu. Aku kenal banyak tukang becak di daerahku, tapi baru sekali ini aku melihatnya.
"mau kemana, Dek?" tanya tukang becak itu sebelum aku menyetopinya (jujur suara tukang becak itu rada serem).. take the risk daripada sampe rumah jam 8 malem. "belakang pabrik kardus, Pak," jawabku. "Oh, naiklah, Dek."
Bismillah...aku naik ke becak itu.
Di perjalanan, tukang becak itu mulai berkisah. Mungkin beban hidup yang dialaminya sangat berat hingga ia harus berbagi dengan seorang penumpang gelap sepertiku (gelap karena aku hitam dan sudah malam. hehe...)
Dia bercerita bahwa sekarang istrinya baru saja melahirkan. Tapi, karena tidak ada biaya, bayi nya terpaksa tertahan di klinik tempat istrinya melahirkan. Dia sudah mengurus askeskin nya, tapi tetap saja belum ada harapan. Pilihan terakhir yaitu menjual becaknya. Namun, jika becaknya dijual, darimana ia akan dapat penghasilan. Selain itu, becak itu adalah warisan dari ayahnya...
Klink bersalin itu jauh karena ia baru saja pindah. Kontrakannya habis sedangkan istrinya melahirkan. Ia begitu sayang pada istri dan anaknya, hingga semalam itupun ia masih mengayuh becaknya. Uang yang ia dapat hari itu tidak seberapa, dan itu harus dibelikan makanan serta susu bagi anaknya. Ya Allah...
Perjalanan malam itu meninggalkan sebuah hal yang patut direnungi...
Inilah yang disebut cinta dan kasih sayang. Saat seseorang berada pada sebuah kondisi yang memungkinkan ia untuk menyerah, tapi ia tetap bertahan. Cinta yang terlahir bukan karena nafsu semata, tapi karena tanggung jawab yang menantinya.
Jika bukan cinta, apalagi yang bisa membuat seorang tukang becak tetap bertahan demi istrinya. Bisa saja, ia pergi meninggalkan istri dan anaknya. Pura-pura tidak tahu dengan keadaan yang ada. Atau bisa juga ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Tapi tidak, ia tetap berusaha mendapatkan uang halal untuk istri dan anaknya. Apalagi kalau bukan cinta yang berkata.
Allahu..kuatkanlah mereka. Orang-orang yang mencintaiMU melalui tindakan nyatanya. Orang-orang yang senantiasa bersabar dalam kesusahannya. Peliharalah cinta mereka kepadaMU.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diposting oleh
Dewi Kurnia Madya N
hari itu, sepulang mengajar..
waktu sudah menunjukkan pukul 18.15. Angkot yang kutumpangi baru berjalan meninggalkan singgasana ngetem-nya. Sudah lama aku tidak pulang semalam ini. Aku sudah menelepon ke rumah, tapi ternyata tidak ada yang mau menjemputku.. Hhhh...ternyata mitos anak bungsu paling disayang tidak berlaku di keluargaku.
Angkot tiba di persimpangan tempat aku harus turun, dan berganti angkot lain. Jalanan masih ramai, hanya saja angkot yang kunanti tak kunjung menampakkan bampernya. 5 menit berlalu dalam penantian yang terasa sangat panjang. Ku lirik pangkalan ojeg, tak ada juga senyum ramah tukang ojeg yang biasa menyapaku. Yah, akhirnya aku putuskan, jalan kaki sambil nungguin sopir angkot lewat.
Malam itu, jalanan terasa sangat panjang, mana gelap lagi. Dari belakang, aku mendengar sedikit harapan... Becak. Saat, kulihat pengendara becak itu, aku sedikit ragu. Aku kenal banyak tukang becak di daerahku, tapi baru sekali ini aku melihatnya.
"mau kemana, Dek?" tanya tukang becak itu sebelum aku menyetopinya (jujur suara tukang becak itu rada serem).. take the risk daripada sampe rumah jam 8 malem. "belakang pabrik kardus, Pak," jawabku. "Oh, naiklah, Dek."
Bismillah...aku naik ke becak itu.
Di perjalanan, tukang becak itu mulai berkisah. Mungkin beban hidup yang dialaminya sangat berat hingga ia harus berbagi dengan seorang penumpang gelap sepertiku (gelap karena aku hitam dan sudah malam. hehe...)
Dia bercerita bahwa sekarang istrinya baru saja melahirkan. Tapi, karena tidak ada biaya, bayi nya terpaksa tertahan di klinik tempat istrinya melahirkan. Dia sudah mengurus askeskin nya, tapi tetap saja belum ada harapan. Pilihan terakhir yaitu menjual becaknya. Namun, jika becaknya dijual, darimana ia akan dapat penghasilan. Selain itu, becak itu adalah warisan dari ayahnya...
Klink bersalin itu jauh karena ia baru saja pindah. Kontrakannya habis sedangkan istrinya melahirkan. Ia begitu sayang pada istri dan anaknya, hingga semalam itupun ia masih mengayuh becaknya. Uang yang ia dapat hari itu tidak seberapa, dan itu harus dibelikan makanan serta susu bagi anaknya. Ya Allah...
Perjalanan malam itu meninggalkan sebuah hal yang patut direnungi...
Inilah yang disebut cinta dan kasih sayang. Saat seseorang berada pada sebuah kondisi yang memungkinkan ia untuk menyerah, tapi ia tetap bertahan. Cinta yang terlahir bukan karena nafsu semata, tapi karena tanggung jawab yang menantinya.
Jika bukan cinta, apalagi yang bisa membuat seorang tukang becak tetap bertahan demi istrinya. Bisa saja, ia pergi meninggalkan istri dan anaknya. Pura-pura tidak tahu dengan keadaan yang ada. Atau bisa juga ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Tapi tidak, ia tetap berusaha mendapatkan uang halal untuk istri dan anaknya. Apalagi kalau bukan cinta yang berkata.
Allahu..kuatkanlah mereka. Orang-orang yang mencintaiMU melalui tindakan nyatanya. Orang-orang yang senantiasa bersabar dalam kesusahannya. Peliharalah cinta mereka kepadaMU.
0 komentar:
Posting Komentar