Rabu, 17 April 2013

AKUNTANSI KONSERVATISME

Posted by : Dewi Kurnia Madya N di 05.47


Konsep Konservatisme
Konservatisme adalah prinsip dalam pelaporan keuangan yang
dimaksudkan untuk mengakui dan mengukur aktiva dan laba dilakukan
dengan penuh kehati-hatian oleh karena aktivitas ekonomi dan bisnis
yang dilingkupi ketidakpastian (Wibowo, 2002). Implikasi dari penerapan
prinsip ini adalah pilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang
melaporkan laba dan aktiva lebih rendah atau utang lebih tinggi.
Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai perbedaan verifiabilitas yang diminta untuk pengakuan laba dibandingkan rugi. Watts juga menyatakan bahwa konservatisme akuntansi muncul dari insentif yang berkaitan dengan biaya kontrak, litigasi, pajak, dan politik yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengurangi biaya keagenan dan mengurangi pembayaran yang berlebihan kepada pihak – pihak seperti manajer, pemegang saham, pengadilan dan pemerintah. Selain itu, konservatisma juga menyebabkan  understatement terhadap laba dalam periode kini yang dapat mengarahkan pada  overstatement terhadap laba pada periode – periode berikutnya, sebagai akibatunderstatement terhadap biaya pada periode tersebut.
Peneliti lain, Basu (1997) mendefinisikan konservatisme sebagai praktik
mengurangi laba (dan mengecilkan aktiva bersih) dalam merespons berita
buruk (bad news), tetapi tidak meningkatkan laba (meninggikan aktiva
bersih) dalam merespons berita baik (good news). Praktik konservatisme bisa terjadi karena standar akuntansi yang berlaku di Indonesia memperbolehkan perusahaan untuk memilih salah satu metode akuntansi dari kumpulan metode yang diperbolehkan pada situasi yang sama. Misalnya, PSAK No. 14 mengenai persediaan, PSAK No. 17 mengenai akuntansi penyusutan, PSAK No. 19 mengenai aktiva tidak berwujud dan PSAK No. 20 mengenai biaya riset dan pengembangan. Akibat dari fleksibelitas dalam pemilihan metode akuntansi adalah terhadap angka-angka dalam laporan keuangan, baik laporan neraca
maupun laba-rugi. Penerapan metode akuntansi yang berbeda akan menghasilkan angka yang berbeda dalam laporan keuangan.
Watts, 2003) memberikan bentuk definisi yang paling ekstrim yaitu tidak mengantisipasi laba tetapi mengantisipasi semua kerugian. Basu (1997) juga menyatakan bahwa akuntansi konservatif sebagai praktik akuntansi yang mengurangi laba (menghapuskan aktiva bersih) dalam merespon bad news,tetapi tidak meningkat laba (meningkatkan aktiva bersih) dalam merespon good news.
Konsep konservatisme yang dikenal secara umum sebagai ”pengakuan bias” dibagi menjadi dua sub-konsep: conditional and unconditional conservatism (Ball and Shivakumar, 2005; Beaver and Ryan, 2005). Conditional conservatism mengarah pada pemikiran bahwa earnings direfleksikan dalam pengakuan rugi dan laba dalam kondisi asymmetric timeliness, dimana asimmetric timeliness timbul dari kecenderungan akuntan untuk menggunakan verifikasi tingkat tinggi atas pengakuan kabar baik daripada kabar buruk dalam laporan keuangan. Contoh dari conditional conservatism dapat dilihat pada akuntansi persediaan (LOCOM) dan akuntansi impairment untuk aset berwujud dan tidak berwujud jangka panjang.
Unconditional conservatism adalah munculnya bias akuntansi pelaporan nilai buku yang rendah terhadap akun stockholder’s equity. Menurut Watts dan Zimmerman, konservatisme jenis ini tidak melakukan spesifikasi secara kondisional terhadap ekuitas atau pendapatan yang rendah, dan oleh karena itu, tidak mengacu pada pengakuan kerugian yang berbasis waktu.
Watts (2003) terdapat tiga ukuran konservatisme yaitu:
1. Earnings/stock return relation measures
2. Earnings/accrual measures
3. Net asset measures.

0 komentar:

Posting Komentar

AKUNTANSI KONSERVATISME


Konsep Konservatisme
Konservatisme adalah prinsip dalam pelaporan keuangan yang
dimaksudkan untuk mengakui dan mengukur aktiva dan laba dilakukan
dengan penuh kehati-hatian oleh karena aktivitas ekonomi dan bisnis
yang dilingkupi ketidakpastian (Wibowo, 2002). Implikasi dari penerapan
prinsip ini adalah pilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang
melaporkan laba dan aktiva lebih rendah atau utang lebih tinggi.
Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai perbedaan verifiabilitas yang diminta untuk pengakuan laba dibandingkan rugi. Watts juga menyatakan bahwa konservatisme akuntansi muncul dari insentif yang berkaitan dengan biaya kontrak, litigasi, pajak, dan politik yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengurangi biaya keagenan dan mengurangi pembayaran yang berlebihan kepada pihak – pihak seperti manajer, pemegang saham, pengadilan dan pemerintah. Selain itu, konservatisma juga menyebabkan  understatement terhadap laba dalam periode kini yang dapat mengarahkan pada  overstatement terhadap laba pada periode – periode berikutnya, sebagai akibatunderstatement terhadap biaya pada periode tersebut.
Peneliti lain, Basu (1997) mendefinisikan konservatisme sebagai praktik
mengurangi laba (dan mengecilkan aktiva bersih) dalam merespons berita
buruk (bad news), tetapi tidak meningkatkan laba (meninggikan aktiva
bersih) dalam merespons berita baik (good news). Praktik konservatisme bisa terjadi karena standar akuntansi yang berlaku di Indonesia memperbolehkan perusahaan untuk memilih salah satu metode akuntansi dari kumpulan metode yang diperbolehkan pada situasi yang sama. Misalnya, PSAK No. 14 mengenai persediaan, PSAK No. 17 mengenai akuntansi penyusutan, PSAK No. 19 mengenai aktiva tidak berwujud dan PSAK No. 20 mengenai biaya riset dan pengembangan. Akibat dari fleksibelitas dalam pemilihan metode akuntansi adalah terhadap angka-angka dalam laporan keuangan, baik laporan neraca
maupun laba-rugi. Penerapan metode akuntansi yang berbeda akan menghasilkan angka yang berbeda dalam laporan keuangan.
Watts, 2003) memberikan bentuk definisi yang paling ekstrim yaitu tidak mengantisipasi laba tetapi mengantisipasi semua kerugian. Basu (1997) juga menyatakan bahwa akuntansi konservatif sebagai praktik akuntansi yang mengurangi laba (menghapuskan aktiva bersih) dalam merespon bad news,tetapi tidak meningkat laba (meningkatkan aktiva bersih) dalam merespon good news.
Konsep konservatisme yang dikenal secara umum sebagai ”pengakuan bias” dibagi menjadi dua sub-konsep: conditional and unconditional conservatism (Ball and Shivakumar, 2005; Beaver and Ryan, 2005). Conditional conservatism mengarah pada pemikiran bahwa earnings direfleksikan dalam pengakuan rugi dan laba dalam kondisi asymmetric timeliness, dimana asimmetric timeliness timbul dari kecenderungan akuntan untuk menggunakan verifikasi tingkat tinggi atas pengakuan kabar baik daripada kabar buruk dalam laporan keuangan. Contoh dari conditional conservatism dapat dilihat pada akuntansi persediaan (LOCOM) dan akuntansi impairment untuk aset berwujud dan tidak berwujud jangka panjang.
Unconditional conservatism adalah munculnya bias akuntansi pelaporan nilai buku yang rendah terhadap akun stockholder’s equity. Menurut Watts dan Zimmerman, konservatisme jenis ini tidak melakukan spesifikasi secara kondisional terhadap ekuitas atau pendapatan yang rendah, dan oleh karena itu, tidak mengacu pada pengakuan kerugian yang berbasis waktu.
Watts (2003) terdapat tiga ukuran konservatisme yaitu:
1. Earnings/stock return relation measures
2. Earnings/accrual measures
3. Net asset measures.

0 komentar:

Posting Komentar

 

❤ Designed by Rinda's Template ❤ Image by KF-Studio ❤ Author by Your Name Here :)